Webdinar: Merawat Tanaman Pangan dengan Metode Pertanian Ramah Lingkungan
Asosiasi PPSW memiliki program khusus untuk dapat mengatasi krisis pangan dan keuangan yang kemungkinan dapat terjadi di Indonesia. Yakni dengan program Kedaulatan Pangan dengan didalamnya terdapat Gerakan Tabungan Kedaulatan Pangan. Berbagai sayuran ditanam di pekarangan rumah dan juga di kebun kelompok dampingan serta diberikan pupuk organik. Penerima manfaat dari program ini tersebar di 4 daerah, yaitu Jakarta, Banten, Riau dan Kalimantan Barat. Di tengah kesuksesan program tersebut, para ibu kelompok dampingan dihadapkan persoalan mengenai hama. Serangan hama kerap terjadi, sehingga tim Asosiasi PPSW membuat Diskusi Online Pengendalian Hama Tanaman Pangan Melalui Budidaya Pertaniah Ramah Lingkungan.
Lebih lanjut, di masa pandemic Covid 19 ini, dampak positif dari program tersebut dapat dirasakan secara langsung bagi keluarga kelompok dampingan serta warga sekitarnya. Para kelompok dampingan yang terdiri dari para ibu rumah tangga sangat terbantu di kala terjadi kenaikan harga komoditi pangan sedangkan di sisi lain pendapatan mereka menurun. Mengingat mereka tidak perlu bersusah payah membeli karena sudah langsung bisa memetik di pekarangan rumah, selain itu mereka juga dapat penghasilan tambahan dari hasil jual tanaman di kebun kelompok.
“Budidaya yang dilakukan bukan tanpa kendala karena berdasarkan hasil laporan dari tim kami terdapat beberapa kendala yang dihadapi oleh kelompok dampingan. Seperti, serangan hama, permasalahan pada kualitas tanah terutama di Riau yang merupakan area perkebunan sawit, permasalahan cuaca dan juga ketersedian air dan juga pupuk organic.” Terang Fitriani Sunarto selaku Sekertaris Eksekutif Asosiasi PPSW dalam pembukaan diskusi online .
Dalam diskusi online yang dilangsungkan Rabu 10 Juni 2020 tersebut menghadirkan 2 narasumber yaitu Dwi Pertiwi seorang praktisi pertanian ramah lingkungan sekaligus Pendiri dan Pemilik Java Choice Organic dan Pendiri Yayasan Beringin. Dan narasumber kedua adalah Bontjok Istiaji, Dosen Departemen Proteksi Tanaman, Institute Pertanian Bogor.
Diskusi dimulai dengan sharing pengalaman Dwi Pertiwi yang berhasil menjadikan hama dan gulma menjadi alat seleksi tanaman pangan yang alami. “Dalam praktiknya saya tidak menanam tanaman secara homokultural, dalam 1 lahan hanya bayam saja atau hanya kangkung saja. Saya juga membiarkan tanaman pangan saya tumbuh liar bersama gulma. Saya tidak berpikir bahwa gulma dan hama sebuah gangguan tanaman yang perlu diberantas. Saya meyakini bahwa apa yang diciptakan itu memiliki fungsi” Ujar praktisi pertanian ramah lingkungan Dwi Pertiwi.
Dalam praktiknya Dwi Pertiwi membiarkan tanamannya tumbuh bersama dengan gulma, dengan adanya gulma menjadi sebuah keuntungan tersendiri bagi tanaman karena gulma ini sebagai pemecah serangan hama. “ Bisa dibayangkan jika saya mencabut gulma dari sekitar tanaman bayam, tentu saja hama langsung menyerang bayam saya. Tetapi karena adanya gulma, hama bukan hanya menyerang bayam tetapi konsentrasinya terpecah dengan menyerang gulma juga. Jadi kerugian bayam saya juga tidak banyak. Selain itu juga hama dan penyakit ini berfungsi informan saya mengenai kesehatan kebun dan tanaman. Karena hama dan penyakit itu hanya akan menyerang tanaman yang tidak bagus. Jadi saya tidak perlu capai capai memisahkan mana sayuran yang sehat dan tidak” Ujar Dwi.
Di kesempatan lainnya Dosen Departemen Proteksi Tanaman IPB, Bontjok Istiaji memaparkan mengapa tanaman sakit. Sekiranya ada 3 faktor yang menentukan tanaman sakit atau sehat; penyakit; genetik tanaman; lingkungan, jika ada penyebabnya di salah satu factor itu maka akan timbul penyakit pada tanaman “Sebelum melakukan perawatan tanaman menggunakan pestisida, seharusnya kita mengetahui terlebih dahulu gejala serangan dan kerusakan serta penyebab serangan dan kerusakan. Sehingga pemberian pestisida tepat.” Penjelasan Bontjok Setiaji dalam presentasinya.
Permasalahan lain pada tanaman adalah menanam tanaman yang tidak tepat dengan lingkungannya. Dalam penjelasannya “Menanam bukan hanya teknik yang dibutuhkan tetapi juga pengetahuan. Misalnya seperti di Rokan Hillir karena di sana daerah perkebunan sawit tentu akan sulit untuk menanam di sana karena ph tanah yang asam. Kalau memaksakan langsung menanam tentu tidak akan berhasil, oleh kerena itu harus disiasati pakai polly bag menggunakan tanah yang ph nya normal. Atau juga misalnya di daerah Kalimantan yang daerah rawa, tentu jangan menanam tanaman seperti di Jawa bisa mengganti dengan tanaman air”
Di sisi lain kedua narasumber menekankan bahan pestisida yang digunakan juga harus diperhatikan jangan sampai merusak kadar tanah akibat penggunaan pestisida yang berlihan. Sebaiknya tidak menggunakan pestisida kimia dan beralih menggunakan pestisida dari bahan alami.