
Siaran Pers Asosiasi PPSW: Gerakan Tabungan Kedaulatan Pangan Oleh Perempuan Berdaya Untuk Menuju Indonesia yang Berdaulat


8 Maret 2020
Perubahan iklim sebagai dampak dari aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung telah nyata dirasakan oleh penduduk Indonesia dan dunia. Perubahan iklim mengakibatkan pemanasan global yang memicu sejumlah bencana alam seperti banjir akibat intensitas curah hujan yang sangat tinggi, gelombang panas mengakibatkan kekeringan , terjangan angin puting beliung, gelombang pasang, Peningkatan suhu air laut mengancam ekosistem di laut. Sepanjang tahun 2019 , Badan Nasional Penanggulangan Bencana mencatatkan terjadi 3.721 bencana alam di Indonesia yang menelan korban jiwa , kerusakan fasilitas umum dan lahan pertanian.
Sementara itu di tengah kondisi bencana alam yang melanda Indonesia, kondisi ketahanan Indonesia masih dikatakan cukup baik. Data dari Global Food Security Index/GFSI menunjukan skor Indonesia di semua aspek pada tahun 2012 sebesar 46.8 menjadi 54,8 pada tahun 2018 ( skor tertinggi 100). Sedangkan Indeks Ketahanan Pangan yang ditetapkan oleh Badan Ketahanan Pangan sendiri menunjukan untuk Indeks Ketahanan Pangan (IKP) tahun 2018 sebanyak 81 kabupaten atau 19,5% dari 416 kabupaten memiliki skor IKP yang rendah atau dikatakan rawan pangan. Namun indeks tersebut tidaklah menggambarkan dari mana ketersediaan pangan tersebut dipenuhi.
BPS mencatat impor bahan pangan pada periode Januari-November 2018 adalah biji gandum 9.2 juta ton, gula 4.6 juta ton, garam 2,5 juta ton, kedelai 2,4 ton dan beras 2,2 ton. Jadi sebagian dari pangan yang tersedia masih berasal dari impor. Harga bahan pangan impor saat ini lebih murah dibandingkan dengan produk local sehingga produk local seringkali kalah bersaing karena ongkos produksi yang mahal. Ditambah lagi gelontoran dana untuk melakukan kampanye dan iklan secara besar-besaran membuat masyarakat lebih tergiur untuk mengkonsumsi bahan pangan yang impor yang dikemas sedemikian menariknya. Pola kebiasaan makan masyarakat berubah menjadi pola makan instan yang dianggap relative lebih murah mudah dijangkau oleh semua kalangan dan memerlukan waktu yang sedikit untuk mengolahnya . Akan tetapi mengkonsumsi makanan instan dalam waktu jangka panjang akan menimbulkan berbagai macam penyakit baik akibat kekurangan gizi maupun kelebihan gizi yang akan berdampak pada penurunan produktivitas.
Pemerintah memang menargetkan swasembada sejumlah komoditas pangan strategis sebagai salah satu program prioritas dalam Nawacita, namun pencapaian target tersebut adalah pekerjaan rumah yang cukup berat untuk diselesaikan dalam waktu yang singkat, berbagai komponen bangsa harus dilibatkan dan berada dalam satu visi kedaulatan pangan, salah satunya yang harus dilibatkan adalah kelompok perempuan. Sudah tidak dapat dipungkiri bahwa perempuan berperan dalam setiap tahapan baik dalam produksi, pengolahan maupun penyiapan pangan. Namun sebagai kelompok yang berperan sentral dalam pangan perempuan masih terbatas akses dan kontrolnya terhadap sumberdaya pangan.
Diakui memang telah terjadi perubahan kebijakan pertanian dimana mulai timbul kesadaran untuk melibatkan kelompok petani perempuan dalam program-program pertanian, namun keterlibatan ini masih terbatas pada tingkat partispasi saja. Sebagian besar tanah pertanian masih atas nama laki-laki kendatipun dalam tahapan proses pertanian perempuan juga terllibat. Pimpinan kelompok-kelompok tani juga masih didominasi oleh laki-laki. Masih ada stereotype bahwa pertanian adalah urusan laki-laki kalaupun perempuan terlibat sifatnya hanya membantu yang utamanya adalah pekerjaan di rumah tangga, padahal tidak seperti itu nyatanya. Perempuan menanggung beban ganda dimana harus terlibat pada keseluruhan proses pertanian dan bertanggungjawab pada urusan domestik rumah tangga.
Berdasarkan kondisi itulah Asosiasi Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita (PPSW) memiliki gagasan untuk mendorong suatu gerakan kolektif bersama kelompok-kelompok perempuan di tingkat akar rumput untuk menuju kedaulatan pangan. Asosiasi PPSW sebagai salah satu LSM perempuan yang didirikan pada tahun 1986 yang memiliki 4 (empat) lembaga anggota otonom yaitu PPSW Sumatra, PPSW Pasoendan, PPSW Jakarta dan PPSW Borneo dengan wilayah kerja mencakup 6 Provinsi yaitu Nangroe Aceh Darusalam, Riau, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta dan Kalimantan Barat sejak berdiri sampai dengan sekarang tetap konsisten mendampingi kelompok-kelompok perempuan di tingkat masyarakat akar rumput. Gagasan kolektif tersebut diramu dalam satu program yaitu Program Gerakan Tabungan Kedaulatan Pangan. Gagasan ini mendapat dukungan dari pihak First State Investment Indonesia sehingga terciptalah kolaborasi saling menguatkan antara LSM dengan sector swasta.
Gerakan Tabungan Kedaulatan Pangan membekali 120 orang pemimpin dan kader-kader perempuan yang berada di wilayah Rokan Hilir Riau, Pandeglang Banten, Jakarta Timur, DKI Jakarta dan Kubu Raya, Kalimantan Barat dengan pengetahuan dan keterampilan tentang kedaulatan pangan perubahan iklim, gizi dan kesehatan dan budi daya tanaman pangan local berkelanjutan. Para pemimpin dan kader perempuan ini berbagi pengetahuan dan keterampilan kepada 1200 perempuan lainnya yang berada di lingkungan dan kelompoknya. Mereka membudidayakan tanaman pangan local dengan prinsip-prinsip berkelanjutan untuk memutus ketergantungan pada pupuk dan obat-obatan kimia dan mengurangi pencemaran air, tanah dan udara. Setiap anggota kelompok membudidayakan tanaman pangan di rumahnya masing-masing dan secara kolektif membuat kebun kelompok. Hasil dari panen sebagian untuk konsumsi keluarga, sebagian disimpan dalam bentuk tabungan gerakan kedaulatan pangan.
Agar gerakan ini semakin meluas diadakanlah Rangkaian Festival Kedaulatan Pangan. Festival kedaulatan pangan diadakan sekaligus untuk memperingati Hari Perempuan Internasional. Rangkaian Festival ini akan berlangsung selama 1 (satu) bulan di empat Provinsi. Di buka di wilayah Pontianak pada tanggal 8 Maret 2020, disusul di Provinsi Banten pada tanggal 15 Maret 2020, dilanjutkan di Rokan Hilir, Riau pada tanggal 30 Maret 2020 dan ditutup di Provinsi DKI Jakarta tanggal 31 Maret 2020. Festival kedaulatan pangan akan diisi dengan acara kirab/karnaval pangan, pameran pangan dan produk local serta tabungan kedaulatan pangan, berbagai macam lomba pengolahan makanan sehat berbahan baku local dan ditutup dengan Doa Bumi dari Perempuan Berdaya. Festival Kedaulatan Pangan ini merupakan langkah awal yang diharapkan dapat menginspirasi sekaligus menggerakan perempuan-perempuan lainnya untuk berdaya memperjuangkan kedaulatan pangan menuju Indonesia yang berdaulat.
Pers Release ini dikeluarkan oleh Asosiasi PPSW
Alamat : Duren Sawit Asri Kav 1 No 1 A, Jalan Lapangan Satu, Swadaya Raya
Duren Sawit, Jakarta Timur
Telp. 021- 86603788 / 89
Email : sekretariat@ppsw.or.id
Cp. Cahyu Ningsih , Asosiasi PPSW ( 089604365215)
Reny Hidjazi, PPSW Borneo (08125616882)
Ratu Viva , PPSW Pasoendan (08212325009)
Misdayani, PPSW Sumatra (085265666815)
Wirda Simatupang, PPSW Jakarta (081315739037)