Cerita Lapang
Dari Pekerja Rumah Tangga Menjadi Office Girl

Dari Pekerja Rumah Tangga Menjadi Office Girl

Ibu Kartini, 43 tahun, dianugerahi dua anak, putera 17 tahun dan puteri 10 tahun. Ibu Kartini juga mempunyai anak tiri laki-laki, 20 tahun, dari suaminya yang dirawat dan dibesarkan oleh Ibu Kartini sejak kecil. Sat ini anak tirinya bekerja sebagai nelayan di Muara Angke, Jakarta Utara.

Sebelum menikah, tahun 1992,  Ibu Kartini merantau dari Tasikmalaya ke Jakarta, bekerja di pabrik biskuit Regal. Menikah pada tahun 1997, setahun kemudian mempunyai anak, terpaksa ibu Kartini berhenti bekerja. Barulah pada tahun 2003-2005 bekerja lagi menjadi sales mengantar minuman Yakult. Untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehari-hari sambil mengasuh anak sendiri, Ibu Kartini bekerja sebagai Pekerja Rumah Tangga menjaga balita tetangga sejak usia balita 10 bulan sampai usianya 4 tahun.

Lalu berganti menjaga balita lainnya selama 7 bulan, dengan gaji yang diperoleh per bulan Rp 600.000. Jam kerja “momong” balita dilakukan mulai dari jam 10 pagi sampai  jam 10 malam. Sebelum menjaga momongan, Ibu Kartini menyempatkan waktu mencari tambahan uang dengan cara ikut membantu menjaga warteg milik tetangganya, disamping bisa memperhatikan anak-anaknya di rumah.

Kondisi kehidupan keluarga Ibu Kartini saat ini sedang mengalami cobaan karena suaminya sudah satu tahun tidak bekerja. Sebelumnya  suami bekerja sebagai supir ekspedisi dan terkena PHK. Meskipun Ibu Kartini sudah berusaha membujuk suami untuk mencari kerja lagi tetapi tidak digubris. Suasana rumah tangga kerap diwarnai dengan pertengkaran dan sikap suami menjadi “galak” pada Ibu Kartini. Suami sering meninggalkan rumah dan asyik dengan kegemarannya pergi memancing.

Ibu Kartini tidak mampu mengajak suaminya untuk sama-sama bertanggung jawab terhadap ekonomi keluarga. Ia juga tidak bisa mengharapkan bantuan uang dari anak tirinya yang masih sangat terbatas penghasilannya dari nelayan. Bahkan sekali waktu anaknya masih minta bantuan uang kepada Ibu Kartini.

Menghadapi kondisi serupa itu, ditambah kebutuhan keluarga yang semakin meningkat, ibu Kartini memberanikan diri melamar pekerjaan dan diterima sebagai office girl di suatu perusahaan di Menteng, Jakarta Pusat. Dengan mengandalkan ijazah SMA yang diperolehnya dari paket C, Ibu Kartini bekerja lebih baik dan berharap memperoleh gaji bulanan yang bisa menutupi biaya rumah tangga dan sekolah kedua anaknya.

Disela-sela kesibukannya, Ibu Kartini masih tetap bertanggung jawab terhadap tugasnya sebagai pengurus unit koperasi Sumber Jaya dan menyempatkan waktu melakukan tugas sebagai kolektor menarik tabungan harian dari 100 nasabahnya mencapai Rp. 1.000.000-Rp 5.000.000. Kepercayaan nasabah kepada Ibu Kartini tetap dijaga meskipun ia sekarang sudah bekerja di perusahaan.

Dengan telah diikutinya pendididkan keuangan pada angkatan pertama di tahun 2012, Ibu Kartini mempraktekkan ilmu-ilmu yang diperolehnya.  Uang gaji dari memomong bayi selalu lebih dulu disisihkan untuk tabungan dan saat ini telah mencapai Rp 15.000.000 dan Tabungan Hari Tua sebesar Rp 800.000. Perilaku gemar menabung ditumbuhkan juga kepada kedua anaknya dan telah dimanfaatkan untuk kebutuhan sekolah dan lebaran.

“Awalnya sulit mengajak anak-anak nabung, saya malah dibilang pelit, kalau mau beli ini itu ditanyain dulu apa manfaatnya. Kalau barang masih bisa dipakai gak usah terus dibeli, mending ditabung buat besok keperluan masih banyak, “ demikian Ibu Kartini selalu berpesan kepada anak-anaknya.

Tidak  heran jika Ibu Kartini bersama anak-anak lebih berhati-hati dalam pengeluaran uang mengingat kondisi keluarga juga sedang prihatin. Ibu Kartini sangat bersyukur dengan adanya pendidikan keuangan yang diadakan di Penjaringan sehingga rencana keuangan yang pernah dituliskannya untuk membeli rumah bisa diwujudkan.  Ibu Kartini telah membeli sepetak rumah ukuran 3 x 2,5 M dengan harga Rp 30.000.000 diatas tanah dan bangunan bekas kebakaran tahun 2005. Tabungan yang ia miliki ditambah sedikit pinjaman dari koperasi bisa membuatnya dan keluarga bisa beteduh dengan tenang.

“Kalau tidak ada sekolah Citi, saya tidak tahu seperti apa jadinya nasib saya sekarang. Anak-anak banyak berubah, bisa berhemat dan bangga punya tabungan sendiri. Saya nyampein rasa terima kasih ke ibu-ibu PPSW dan Citi yang sudah kasih ilmu banyak buat hidup saya dan anak-anak,” ungkap Ibu Kartini dengan isak tangis.

Kebiasaan berhemat merupakan perubahan utama bagi anak-anak ditambah dengan kebanggaan mereka memiliki tabungan di koperasi Sumber Jaya dan bukunya selalu ditunjukkan kepada Ibu Kartini.  Setiap tahun ajaran baru pendidikan dan lebaran, anak-anak telah berhasil mengumpulkan tabungan ada yang Rp 500.000 dan  Rp 1.000.00 untuk membeli baju lebaran dan kebutuhan  sekolah.

Ibu Kartini tetap berdo’a dan berharap suaminya kembali bersedia bekerja untuk berbagi tanggung jawab menanggulangi masalah ekonomi keluarga.